Senin, 03 September 2012

Ukhuwah Islamiyah sebagai salah satu Pondasi NKRI

Bismillah


Umumnya manusia  jika mengetahui  peristiwa pertikaian yang menimbulkan korban, baik yang luka-luka, kerusakan harta benda  atau bahkan sampai meregang nyawa akan sedih dan prihatin. Peristiwa ini kebetulan tengah melanda bangsa Indonesia terkait konflik sosial intern beragama. Lalu bagaimana dengan inti dari materi pelajaran saling menghormati, saling menghargai dan toleransi dalam bab ukhuwah islamiyah bagi umat islam bangsa Indonesia.

Sehingga timbul pertanyaan dalam benak penulis;

  1. Apakah kandungan isi materi Ukhuwah Islamiyah hanya sebatas secarik kertas pelengkap buku yang telah termaktub dalam kitab suci umat islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits?
  2. Apakah nasihat agama tentang ukhuwah islamiyah hanya sebagai penghias ceramah islami yang selalu di gembar-gemborkan oleh para Ulama semata?
  3. Sejauh manakah pemahaman dan praktek masyarakat Indonesia terhadap toleransi beragama, menghormati perbedaan dan menghargai kebebasan yang bertanggung jawab satu sama lain?
Ukhuwah islamiyah adalah persaudaraan antara sesama muslim yang memiliki sifat islami dan diajarkan oleh agama islam. Dalam agama islam ukhuwah islamiyah termasuk hal yang sangat diprioritaskan. Banyak ayat-ayat dalam kitab suci Al-Qur’an yang menjelaskan pentingnya menjaga keutuhan ukhuwah islamiyah, diantaranya;
  • “Sesungguhnya orang-orang iman adalah bersaudara, maka perbaikilah hubungan persaudaraan kalian. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kamu sekalian disayangi”. [QS Al-Hujurat : 10]
  • “Bertaqwalah kalian kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara kamu sekalian. Dan taatlah kepada Allah dan Rosul-Nya jika kamu sekalian adalah orang-orang yang beriman”. [QS Al-Anfal : 1]
Dalam cuplikan 2 ayat diatas dengan gamblang diterangkan bahwa Allah perintah kepada setiap muslim untuk saling memperbaiki hubungan dan menjaga tali persaudaraan sesama muslim agar senantiasa mendapatkan kasih sayang dari-Nya. Dan sebagai wujud keimanan serta ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hendaklah selalu meningkatkan rasa persaudaraan diantara sesama sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah SWT.

Persaudaraan itu akan utuh tatkala tiap-tiap Individu bisa saling menolong ketika tertimpa kesusahan, saling menghormati perbedaan, saling menghargai atas kebebasan yang bertanggung jawab. Ibarat persaudaraan dalam sebuah keluarga yang akan selalu dalam keharmonisan bila masing-masing Individu dalam keluarga itu bisa menjalankan perannya masing-masing sebagai bagian anggota keluarga atas dasar persaudaraan. 

Ayah yang dulu culun saat masih bujangan dan Ibu selagi masa mudanya yang gampang GR-an bukanlah saudara. Namun karena ikatan perkawinan, baik ayah ataupun ibu bisa menjadi saudara lahir bathin. Sang Ayah rela bangun pagi pulang sore setiap hari untuk bekerja tanpa mengenal lelah dibawah terik matahari demi kelangsungan hidup istri dan anak-anaknya. Kadangkala menolong istrinya untuk membersihkan rumah asli atau palsunya (baca; kontraktor, ngontrak rumah sana-sini), juga merawat anak-anaknya meski sudah lelah karena seharian bekerja untuk mencari nafkah. Begitu pula Sang Ibu yang begitu lembutnya dalam melayani ayah dan sangat telaten lagi sabar dalam merawat anak sejak dalam kandungan sampai lahir, kemudian tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Dan sebagai anak yang budiman senantiasa menghormati kedua orang tuanya dengan selalu mengutamakan ketaatan yang baik pada kedua orang tuanya. Belum lagi yang memiliki anak lebih dari satu, mungkin dua, tiga dst. Bagaimanakah menjaga hubungan persaudaraan mereka yang semuanya hanya memiliki satu kasih sayang dari seorang ibu dan uang saku dari satu ayah? Mungkin sebagai salah satu solusinya, penulis akan coba menjawab. 

Baiklah...simak satu paragraf di bawah ini yah! :-D.

Secara kebetulan, Si Penulis memiliki banyak saudara kandung sebab memang kedua orang tuanya oleh Allah SWT dikaruniai 11 orang anak. Bagaimana ayah dan ibunya mengatur serta mendidik anak-anak mereka yang jumlahnya melebihi dari program pemerintah mengenai Keluarga Berencana. Alhamdulillah, penulis sebagai anak ke-5 bersama 10 saudara kandungnya yang terdiri dari 6 orang adik-adik dan 4 orang kakak-kakak (6 laki-laki dan 5 perempuan) sampai berumur 30 tahun tidak ada kabar yang meliput keluarganya yang memberitakan tentang tewasnya salah satu anggota dari anggota keluarga, atau sampai terjadi luka parah, luka permanen sampai menimbulkan cacat, apalagi sampai ada peristiwa pembakaran rumah salah satu saudaranya. Kalau luka biasa itu memang ada, tidak bisa dipungkiri karena jaman dulu kecil masih suka berebut mainan, kasih sayang ibu, uang jajan ayah dan rebutan lain-lain. Kendati sering berebut sesuatu namun tetap berusaha untuk menolong, seperti contoh kakak-kakak mengalah kepada adik-adiknya, dan kadang sebaliknya. Orang tua penulis mengajarkan anak-anak mereka untuk menjaga kerukunan dan kekompakan dengan cara senantiasa memprioritaskan sifat saling menolong, menghormati, dan mengahargai kebebasan satu sama lain. Dan Alhamdulillah penulis dan seluruh saudaranya bisa menjalankan perintah orang tua. Sehingga  ajaran mereka terwujud dengan sangat baik, yaitu keutuhan, kerukunan, kekompakan keluarga penulis tetap terjalin. Itulah mungkin sedikit gambaran mengenai menjaga keutuhan hubungan tali persaudaraan.

Disamping itu, demi menjaga keberadaan ukhuwah islamiyah, sejak jaman Nabi Muhammad SAW sudah berwasiat kepada umatnya supaya tidak menjadi orang-orang yang suka memecah belah umat dengan memicu perselisihan dan perpecahan diantara kaum muslimin, seperti saling mencurigai, meniliti kejelekan orang lain, berprasangka buruk, saling iri, dengki, dll. Disebutkan dalam beberapa Sabda beliau Rosulallah SAW, diantaranya;
  • “Janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi (tak mau tegur sapa), janganlah sebagian dari kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslimin lainnya, oleh karenanya janganlah ia mendzaliminya (menganiyaya), jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya dan jangan merendahkannya. Ketakwaan itu ada disini”, Sembari Nabi menunjuk pada dadanya dan mengucapkannya 3 kali, “Cukuplah seorang muslim dikatakan jelek akhlaknya jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim diharamkan mengganggu darah, harta, dan kehormatan muslim lainnya”. [HR Muslim No. 2564]
  • “Tahukah kamu siapakah orang pailit itu?” Mereka menjawab, “Orang pailit dikalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak punya barang.” Rosulallah bersabda, “Sesungguhnya orang pailit dikalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala sholat, puasa dan zakat. Namun, ia telah mencaci si fulan, memfitnah si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, memukul si fulan, lalu diberikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada orang-orang yang didzaliminya (dianiyaya) tadi. Apabila habis kebaikannya sebelum selesai masalahnya, maka diambilah dosa-dosa yang didzailiminya lalu dilimpahkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam Neraka”. [HR Muslim No. 2581]
Pencegahan terjadinya pertikaian juga sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh pemuka agama, seperti Ulama, Ustadz-ustadzah, Muballigh-muballighoh dalam bertugas Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Setiap nasihat, ceramah yang disampaikan jangan sampai mengundang kontroversi yang berujung pada kebencian pada kelompok lain secara subyektif, memancing tindakan provokasi, apalagi sampai bertindak radikal layaknya seorang preman yang hanya mengandalkan otot (baca; kekerasan fisik), merusak rumah-rumah dan harta benda serta fasilitas umum. Diupayakan para pemuka agama di dalam da’wah menitikberatkan kepada para santrinya, jamaahnya agar senantiasa menjaga kerukunan umat beragama dengan cara saling toleransi, saling menolong tanpa pandang bulu, menghormati perbedaan dan mengahargai kebebasan yang bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Akan lebih baik dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar jika menggunakan metode da’wah yang kondusif, elegan, intelek, menyejukan yang bisa menyentuh jiwa tanpa di sertai dengan kebencian, kekerasan fisik atau pengrusakan harta benda. Metode da’wah seperti ini dikenal dengan istilah “Green Da’wah”, mengutip istilah dari Majalah Nuansa yang diterbitkan oleh LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).

Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua. Itulah arti filosofi Bhineka Tunggal Ika sebagai falsafah bangsa Idonesia yang terangkum dalam Pancasila. Sebagai bangsa Insonesia yang memiliki beragam suku, agama, ras dan antar golongan sudah pasti banyak perbedaan. Demi terciptanya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), maka diusahakan seluruh komponen masyarakat bisa menyikapi perbedaan itu dengan arif dan bijaksana. Sebagai tokoh agama bisa mengajak jamaahnya dengan nasihat-nasihat agama yang baik, pemerintah bersama aparat penegak hukum diupayakan melaksanakan Undang-undang tentang Penanganan Konflik Sosial baru-baru ini telah disahkan (UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial) secara optimal, komprehensif dan berkesinambungan sebagai bentuk kewajibannya, dan yang paling utama adalah mendidik dan mengajarkan rasa toleransi beragama, menghormati perbedaan dan mengahargai kebebasan yang betanggung jawab di kehidupan sosial ruang lingkup terkecil yaitu keluarga.

Semoga Allah senantiasa melindungi umat Islam dan bangsa Indonesia. Aamiin
Alhamdulillah