Bismillah
Umumnya manusia jika mengetahui peristiwa pertikaian yang menimbulkan korban,
baik yang luka-luka, kerusakan harta benda atau bahkan sampai meregang nyawa akan sedih
dan prihatin. Peristiwa ini kebetulan tengah melanda bangsa Indonesia terkait konflik sosial intern beragama. Lalu bagaimana dengan inti dari materi
pelajaran saling menghormati, saling menghargai dan toleransi dalam bab ukhuwah
islamiyah bagi umat islam bangsa Indonesia.
Sehingga timbul pertanyaan dalam benak
penulis;
- Apakah kandungan isi materi Ukhuwah Islamiyah hanya sebatas secarik kertas pelengkap buku yang telah termaktub dalam kitab suci umat islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits?
- Apakah nasihat agama tentang ukhuwah islamiyah hanya sebagai penghias ceramah islami yang selalu di gembar-gemborkan oleh para Ulama semata?
- Sejauh manakah pemahaman dan praktek masyarakat Indonesia terhadap toleransi beragama, menghormati perbedaan dan menghargai kebebasan yang bertanggung jawab satu sama lain?
Ukhuwah islamiyah adalah persaudaraan
antara sesama muslim yang memiliki sifat islami dan diajarkan oleh agama islam.
Dalam agama islam ukhuwah islamiyah termasuk hal yang sangat diprioritaskan. Banyak
ayat-ayat dalam kitab suci Al-Qur’an yang menjelaskan pentingnya menjaga
keutuhan ukhuwah islamiyah, diantaranya;
- “Sesungguhnya orang-orang iman adalah bersaudara, maka perbaikilah hubungan persaudaraan kalian. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kamu sekalian disayangi”. [QS Al-Hujurat : 10]
- “Bertaqwalah kalian kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara kamu sekalian. Dan taatlah kepada Allah dan Rosul-Nya jika kamu sekalian adalah orang-orang yang beriman”. [QS Al-Anfal : 1]
Dalam cuplikan 2 ayat diatas
dengan gamblang diterangkan bahwa Allah perintah kepada setiap muslim untuk
saling memperbaiki hubungan dan menjaga tali persaudaraan sesama muslim agar
senantiasa mendapatkan kasih sayang dari-Nya. Dan sebagai wujud keimanan serta ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya,
maka hendaklah selalu meningkatkan rasa persaudaraan diantara sesama sebagai
bentuk ketaqwaan kepada Allah SWT.
Persaudaraan itu akan utuh tatkala
tiap-tiap Individu bisa saling menolong ketika tertimpa kesusahan, saling
menghormati perbedaan, saling menghargai atas kebebasan yang bertanggung jawab.
Ibarat persaudaraan dalam sebuah keluarga yang akan selalu dalam keharmonisan
bila masing-masing Individu dalam keluarga itu bisa menjalankan perannya
masing-masing sebagai bagian anggota keluarga atas dasar persaudaraan.
Ayah yang dulu culun saat masih
bujangan dan Ibu selagi masa mudanya yang gampang GR-an bukanlah saudara. Namun
karena ikatan perkawinan, baik ayah ataupun ibu bisa menjadi saudara lahir
bathin. Sang Ayah rela bangun pagi pulang sore setiap hari untuk bekerja tanpa
mengenal lelah dibawah terik matahari demi kelangsungan hidup istri dan
anak-anaknya. Kadangkala menolong istrinya untuk membersihkan rumah asli atau
palsunya (baca; kontraktor, ngontrak rumah sana-sini), juga merawat
anak-anaknya meski sudah lelah karena seharian bekerja untuk mencari nafkah.
Begitu pula Sang Ibu yang begitu lembutnya dalam melayani ayah dan sangat
telaten lagi sabar dalam merawat anak sejak dalam kandungan sampai lahir,
kemudian tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Dan
sebagai anak yang budiman senantiasa menghormati kedua orang tuanya dengan
selalu mengutamakan ketaatan yang baik pada kedua orang tuanya. Belum lagi yang
memiliki anak lebih dari satu, mungkin dua, tiga dst. Bagaimanakah menjaga
hubungan persaudaraan mereka yang semuanya hanya memiliki satu kasih sayang
dari seorang ibu dan uang saku dari satu ayah? Mungkin sebagai salah satu solusinya,
penulis akan coba menjawab.
Baiklah...simak satu paragraf di
bawah ini yah! :-D.
Secara kebetulan, Si Penulis
memiliki banyak saudara kandung sebab memang kedua orang tuanya oleh Allah SWT
dikaruniai 11 orang anak. Bagaimana ayah dan ibunya mengatur serta mendidik anak-anak
mereka yang jumlahnya melebihi dari program pemerintah mengenai Keluarga
Berencana. Alhamdulillah, penulis sebagai anak ke-5 bersama 10 saudara
kandungnya yang terdiri dari 6 orang adik-adik dan 4 orang kakak-kakak (6
laki-laki dan 5 perempuan) sampai berumur 30 tahun tidak ada kabar yang meliput
keluarganya yang memberitakan tentang tewasnya salah satu anggota dari anggota
keluarga, atau sampai terjadi luka parah, luka permanen sampai menimbulkan
cacat, apalagi sampai ada peristiwa pembakaran rumah salah satu saudaranya. Kalau
luka biasa itu memang ada, tidak bisa dipungkiri karena jaman dulu kecil masih
suka berebut mainan, kasih sayang ibu, uang jajan ayah dan rebutan lain-lain. Kendati
sering berebut sesuatu namun tetap berusaha untuk menolong, seperti contoh
kakak-kakak mengalah kepada adik-adiknya, dan kadang sebaliknya. Orang tua
penulis mengajarkan anak-anak mereka untuk menjaga kerukunan dan kekompakan
dengan cara senantiasa memprioritaskan sifat saling menolong, menghormati, dan
mengahargai kebebasan satu sama lain. Dan Alhamdulillah penulis dan seluruh
saudaranya bisa menjalankan perintah orang tua. Sehingga ajaran mereka terwujud dengan sangat baik,
yaitu keutuhan, kerukunan, kekompakan keluarga penulis tetap terjalin. Itulah
mungkin sedikit gambaran mengenai menjaga keutuhan hubungan tali persaudaraan.
Disamping itu, demi menjaga
keberadaan ukhuwah islamiyah, sejak jaman Nabi Muhammad SAW sudah berwasiat
kepada umatnya supaya tidak menjadi orang-orang yang suka memecah belah umat
dengan memicu perselisihan dan perpecahan diantara kaum muslimin, seperti
saling mencurigai, meniliti kejelekan orang lain, berprasangka buruk, saling
iri, dengki, dll. Disebutkan dalam beberapa Sabda beliau Rosulallah SAW,
diantaranya;
- “Janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi (tak mau tegur sapa), janganlah sebagian dari kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslimin lainnya, oleh karenanya janganlah ia mendzaliminya (menganiyaya), jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya dan jangan merendahkannya. Ketakwaan itu ada disini”, Sembari Nabi menunjuk pada dadanya dan mengucapkannya 3 kali, “Cukuplah seorang muslim dikatakan jelek akhlaknya jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim diharamkan mengganggu darah, harta, dan kehormatan muslim lainnya”. [HR Muslim No. 2564]
- “Tahukah kamu siapakah orang pailit itu?” Mereka menjawab, “Orang pailit dikalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak punya barang.” Rosulallah bersabda, “Sesungguhnya orang pailit dikalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala sholat, puasa dan zakat. Namun, ia telah mencaci si fulan, memfitnah si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, memukul si fulan, lalu diberikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada orang-orang yang didzaliminya (dianiyaya) tadi. Apabila habis kebaikannya sebelum selesai masalahnya, maka diambilah dosa-dosa yang didzailiminya lalu dilimpahkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam Neraka”. [HR Muslim No. 2581]
Pencegahan terjadinya pertikaian
juga sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh pemuka agama, seperti Ulama,
Ustadz-ustadzah, Muballigh-muballighoh dalam bertugas Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Setiap
nasihat, ceramah yang disampaikan jangan sampai mengundang kontroversi yang
berujung pada kebencian pada kelompok lain secara subyektif, memancing tindakan
provokasi, apalagi sampai bertindak radikal layaknya seorang preman yang hanya
mengandalkan otot (baca; kekerasan fisik), merusak rumah-rumah dan harta benda
serta fasilitas umum. Diupayakan para pemuka agama di dalam da’wah
menitikberatkan kepada para santrinya, jamaahnya agar senantiasa menjaga
kerukunan umat beragama dengan cara saling toleransi, saling menolong tanpa
pandang bulu, menghormati perbedaan dan mengahargai kebebasan yang bertanggung
jawab dalam kehidupan sehari-hari. Akan lebih baik dalam ber-amar ma’ruf nahi
munkar jika menggunakan metode da’wah yang kondusif, elegan, intelek, menyejukan yang bisa menyentuh jiwa
tanpa di sertai dengan kebencian, kekerasan fisik atau pengrusakan harta benda.
Metode da’wah seperti ini dikenal dengan istilah “Green Da’wah”, mengutip
istilah dari Majalah Nuansa yang diterbitkan oleh LDII (Lembaga Dakwah Islam
Indonesia).
Bersatu kita teguh bercerai kita
runtuh, meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua. Itulah arti filosofi
Bhineka Tunggal Ika sebagai falsafah bangsa Idonesia yang terangkum dalam
Pancasila. Sebagai bangsa Insonesia yang memiliki beragam suku, agama, ras dan
antar golongan sudah pasti banyak perbedaan. Demi terciptanya NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia), maka diusahakan seluruh komponen masyarakat bisa menyikapi
perbedaan itu dengan arif dan bijaksana. Sebagai tokoh agama bisa mengajak jamaahnya
dengan nasihat-nasihat agama yang baik, pemerintah bersama aparat penegak hukum
diupayakan melaksanakan Undang-undang tentang Penanganan Konflik Sosial
baru-baru ini telah disahkan (UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial) secara optimal, komprehensif dan berkesinambungan sebagai bentuk
kewajibannya, dan yang paling utama adalah mendidik dan mengajarkan rasa toleransi
beragama, menghormati perbedaan dan mengahargai kebebasan yang betanggung jawab
di kehidupan sosial ruang lingkup terkecil yaitu keluarga.
Semoga Allah senantiasa
melindungi umat Islam dan bangsa Indonesia. Aamiin
Alhamdulillah
seeepp setujuu, sudah saatnya Indonesia kembali seperti yang dulu, yang kompak, adil dan makmur ^ ^
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung. Sepakat dengan komentarnya ^_^
Hapusindahnya dunia bila semua umatnya saling tolong menolong tanpa mengenal perbedaan yaaa. Nice artikel, ttp semangat nulis ya kiki
BalasHapusIya betul sekali, Kak Mel. Terima kasih sudah berkunjung ^_^
HapusInsya Allah saya akan selalu semangat membuat coretan sampai halaman blog ini penuh, hehe.
namun, justru 'kefanatikan' terhadap agama inilah yang justru disalah artikan oleh beberapa kalangan..
BalasHapuspadahal ada unsur lain yang justru dapat memperkokoh pondasi bangsa..
Thanks Bro sudah mampir dan komentarnya. :)
HapusSebaiknya Ukhuwah Islamiyah itu diajarkan kepada anak-anak yang masih kecil oleh orangtuanya agar membekas sampai anak itu dewasa, Karena disaat sekarang banyak anak-anak yang tak diperhatikan orangtuanya sehingga mamiliki sifat dan perilaku yang jauh dari ajaran yang patut.
BalasHapusTulisannya bagus.
:D
Sangat setuju sekali, Gan. Di awali dari diri sendiri
HapusTerima kasih sudah berkunjung ^_^